Kegairahan baru memang tampak muncul dalam “dunia perfilman” kita dalam tiga tahun terakhir ini. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, dimulai oleh Kuldesak pada tahun 1999 untuk karya film-nya, lalu Festival Fim-Video Independen Indonesia 1999 dan Jiffest 1999 untuk ajang apresiasinya, dan berikutnya berderet sekian film baru dan sekian ajang apresiasi yang bermunculan di pulau Jawa, dan beberapa di pulau besar lainnya.
Hampir 200 judul film pendek muncul dalam berbagai format di tahun-tahun ini. Dengan gaya berbicara yang sangat plural, mereka berusaha menyuguhkan idea-idea baru yang seakan telah lama berkecamuk di kepala mereka masing-masing. Tidak sedikit dari film-film pendek ini yang dapat perhatian internasional seperti film-film karya Nanang Istiabudi, Asep Kusdinar, Lono Abdul Hamid, Hanny R. Syahputra, Eric Gunawan, serta yang terbaru Hanung Bramantyo.
Jumlah produksi film cerita panjang pun meningkat, meskipun tidak dapat dikatakan signifikan. Usaha untuk membawanya ke dunia internasional pun terasa juga bermain gerilya. Bahkan dua film dari Aria Kusuma Dewa sempat diundang untuk dipresentasikan di Rotterdam pada pertengahan tahun ini. Di genre dokumenter, filmnya Aryo Danusiri dalam satu tahun ini bergiliran terus dari satu festival ke festival lainnya di Belanda, Inggris, Australia dan Taiwan.
Ya, dunia sinema Indonesia sedang bergairah. Dan bukan hanya dari karyanya saja, tetapi juga dalam berbagai aspek lain dalam dunia perfilman. Sebut saja festival film yang makin banyak tumbuh dimana-mana, juga majalah-majalah tentang sinema –baik bersifat industri maupun gerilya- yang mulai banyak muncul di banyak tempat
Akan tetapi, seluruh perkembangan gairah diatas belumlah dapat tersampaikan ke masyarakat Indonesia sendiri secara luas. Padahal, sebagai sebuah wacana alternatif, wacana sinema independen seharusnya berperang melawan singularitas bahasa media/sinema yang saat ini berlangsung di Indonesia. Bayangkan ketika pluralisme berbahasa dalam media audio-visual di Indonesia dapat tercapai, betapa berwarna-warninya dunia sinema kita, baik elektronik maupun seluloid.
0 komentar:
Posting Komentar